Pages

Sunday, September 30, 2012

Cepe (Cerpen Pelajar)


Seberkas Cahaya Petunjuk
Karya: Distavega Amaranggana (IX-5)
“Hei, aku punya dua tiket SM Town lho!” seru Liara yang membuat langkah Rynka berhenti di udara, dan langsung memasang telinga untuk mendengarkan pembicaraan Liara cs.
“Hah?! Yang bener?” tanya Vira.
“Iya dong, dua!” jawab Liara mantap, sukses bikin telinga Rynka jadi panas.
“Ih, mau dong...” pinta Avi.
“Ehm, gimana ya?” Liara tampak menimbang-nimbang “... Maaf ya Avi tapi aku maunya nonton Suju bareng Gyovin.”
“Yaaahhh ...” Avi dan Vira terlihat kecewa.
“... Tapi kamu beruntung, udah punya dua tiket SM Town apalagi nontonnya bareng Gyovin, aku jadi iri deh.” Sambung Vira, Liara langsung tersenyum bangga.
‘Apa?! Tiket SM Town? Punya dua? Nonton bareng Gyovin? Kenapa bukan aku yang jadi Liara? Ah! Pokoknya aku harus punya tiket itu! Harus!’ tekad Rynka dalam hati sambil berlari secepat kilat menuju kelasnya.
#
JDERRR!
Rynka mendorong meja Chiara yang sedang menyalin PR dan sukses membuat latah Chiara kambuh.
Eh, mama mama copot! Copot!” teriak Chiara kaget. “Ada apaan sih, Rynka?” lanjutnya bingung melihat wajah teman sebangkunya yang digulung-gulung kayak kulit lumpia.
“Bete ih! Masa Liara punya tiket SM Town!” keluh Rynka.
“Bukannya kamu gak suka sama boyband-boyband Korea ...?” Chiara menggantungkan kalimatnya “... waktu itu juga kamu bilang kalau artis Korea itu lebay, apalagi boy band sama girl band-nya yang terdiri dari banyak orang kayak mau Qosidahan. Tapi, kenapa sekarang kamu sirik ngeliat Liara punya tiket itu?” tanya Chiara heran, masih sibuk dengan kerjaannya menyalin PR.
 “Yaahhh, itu sih waktu itu, tapi sekarang aku pengen nonton juga apalagi sama Gyovin.” Jawab Rynka dengan mata berbinar-binar.
 “Ih, Gyovin doang!”

“Yee, Chi. Gyovin itu Superstar sekolah ini tau, udah jago main basket, tinggi, cakep, pinter, baik, cute, dikejar-kejar banyak cewe dan macho pula.” Jelas Rynka sambil membayangkan wajah tampan Gyovin. Sedangkan Chiara hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.

#
Ye, Yepi yepi yeye ypiye yepiye ...”
Rynka melangkahkan kakinya menuju kelas sambil menyanyikan yel-yel. Karena puas tentunya, setelah kemarin berusaha mati-matian merayu orangtuanya agar dibelikan tiket SM Town dan akhirnya tiket kertas yang sebenarnya tidak terlalu penting  itu telah berpindah ke genggaman tangan Rynka.

“Hei, lihat aku punya tiket SM Town dong! Dua lagi! apalagi  tiket VVIP biar bisa ngeliat muka-muka suju yang di zoom.” Pamer Rynka ke semua orang yang ada di kelasnya sambil mengacung-acungkan tiket itu seperti kipas.

“Chiara, akhirnya aku dapet tiketnya.” Adu Rynka bangga, tapi Chiara hanya menyanggupinya dengan senyuman.
               
“Tinggal selangkah lagi.” Ucap Rynka lebih ke dirinya sendiri.
               
“Apa? Bukannya udah happy ending?” Tanya Chiara.
               
“Belom dong Chi, Gyovin belum jadi temen nonton aku.” Jelas Rynka.
               
“Lho?! Bukannya Gyovin udah diajakkin Liara, gak mungkinlah dia mau terima ajakan kamu ...”
               
“Pokoknya harus!” Potong Rynka. “Gyovin harus mau nonton bareng aku daripada nonton sama ratu gossip itu!” Cibir Rynka sambil memicingkan matanya ke arah Rynka cs yang terlihat sedang membicarakan Rynka dan Chiara, tapi Rynka tidak mempedulikannya.
               
“Eh, Ryn udah ngerjain pe-er fisika belom?” Tanya Chiara menggoda yang sepertinya sudah tahu pasti jawaban Chiara.
               
“Oh, iya...” Rynka menepuk jidatnya “... Aku lupa.” Jawab Rynka panik karena sepuluh menit lagi bel berbunyi.
               
“Yu-huuu, ada untungnya juga dateng pagi-pagi ke sekolah .” Ucap Chiara dengan senyuman bangga.
               
Di sebelahnya Rynka dengan gusar membongkar isi tasnya, karena sulit menemukan tempat pensilnya terpaksa semua benda yang ada di dalam tasnya seperti make-up, jepitan, kalung, gelang dan aksesoris lainnya yang serba berwarna oranye dikeluarkan tanpa berpikir terlebih dahulu.
               
Tiba-tiba sebuah benda jatuh di atas rok kotak-kotaknya, ternyata benda itu adalah secarik kertas merah muda yang sekarang telah berpidah ke tangan Rynka, tidak lama kemudian aroma coklat menyeruak ketika Rynka mulai membuka lipatan kertas itu secara perlahan.

“Kamu cantik banget hari ini sama bando oranyenya
To : Rynka”

Dari kapan surat kaleng ini ada dalam tasnya Rynka sama sekali tidak tahu, terlebih isi suratnya berisi pujian tentang penampilannya hari ini. Chiara di sebelahnya bergidik mendekati Rynka yang serius menatap secarik kertas merah muda. Dengan mata falsetnya, Chiara membaca isi surat kaleng itu, lalu ia membelalakkan mata terkejut. Kaget. Kaget sekali. Tapi kemudian tersenyum.

“Eh, kenapa kamu senyum-senyum gitu?” tanya Rynka heran.

“Kalau udah ada orang yang ngirim surat, tapi gak ngasih tau identitasnya apalagi isinya muji-muji, gak salah lagi ...” Chiara menjentikkan jarinya. “... pengirim surat ini pasti penggemar rahasia kamu.” Chiara menaikkan sebelah alisnya.

“Ih masa sih? Yakin ini bukan kamu yang ngasih?” tanya Rynka masih tidak percaya, walau hatinya sedikit senang punya penggemar rahasia.

“Yakin, ngapain aku muji-muji kamu kurang kerjaan.” jawab Ciara malas.

“Oh iya bener juga, tapi siapa dong?” Rynka masih penasaran sampai lupa mengerjakan tugasnya.

Dengan kacamata detektifnya, Chiara mulai menulusuri isi kelas.

“Pengirimnya pasti ada di kelas ini, karena fakta membuktikan, kalau besar kemungkinannya sang pelaku lebih mudah memasukan kertas itu ke dalam tas kamu di saat kamu masuk ke kelas ini. Dan pelakunya pasti ...” Chiara menghentikan arah gerak bola matanya ke arah bangku belakang, diikuti oleh bola mata milik Rynka ”... pasti Dodi.”

Chiara menunjuk ke arah siswa laki-laki bertubuh besar, berkacamata kotak, berponi tomat dan selalu beraksi heboh kalau Rynka meliriknya. Seketika itu juga Rynka bergidik sambil menggeleng-gelengkan kepala setelah melihat Dodi melambaikan tangan ke arahnya.

“Engga. Engga deh kayaknya ...” Chiara juga ikut menggeleng-gelengkan kepalanya. “Soalnya dia engga bakal berani, terus dia tidak suka sama warna pink, aku tau banget tulisannya ga bagus kaya gini.” Terka Chiara membuat Rynka melayangkan senyuman dan tatapan mautnya.

“Jangan-jangan ...” Rynka mengacungkan jarinya.

“Ih, udah jangan ngawur deh pe-er tuh kerjain.” Sergap Chiara gelagapan.
“Oh iya bener juga. Aduh mana bel bunyi 3 menit lagi, gimana dong?” Rynka semakin panik, Chiara juga jadi korban pelampiasan, ini semua gara-gara surat kaleng itu.

#

“Gimana?” Tanya Rynka geregetan.

“Emmm…” Gyovin tampak berfikir “Udah punya janji!” jawab Gyovin ketus seraya membalikkan tubuhnya.

“Nanti aku fasilitasi semua yang kamu butuhin, terus aku bakal ngasih uang saku kamu satu bulan penuh deh!”

Gyovin berhenti melangkah, kemudian membalikan badannya lagi dan mimik mukanya menjadi berubah.

“Yah. Harus mau yah!” Rayu Rynka

“Yaudah deh!” jawab Gyovin cepat dengan senyuman manisnya.

Rynka berseru dalam hati sambil melambaikan tangannya ke arah Gyovin yang mulai melangkah ke kantin.

TIBA-TIBA

TUK!!

Ada sebuah benda yang membentur kepala Rynka.

“Awww... Apaan in.” Rintih Rynka dan langsung mencari benda yang membentur kepalanya tadi. Ternyata benda itu adalah secarik  kertas merah muda yang sama seperti tadi pagi, dengan aroma coklat juga, di dalamnya masih sama diisi dengan tulisan-tulisan indah bertinta merah.

“Aku kecewa.
Kenapa cowok matre itu yang kamu pilih jadi temen nonton, bukan aku
To : Rynka”

“Siapa sih orang ini? Pake mengejek Gyovin segala lagi.” Keluh Rynka

Karena surat ini entah kenapa Rynka jadi sedikit tidak suka dengan pengirim surat kaleng itu. Dengan penuh emosi, ia meremas surat itu yang tadi dibentuk kapal-kapalan. Kemudian dilempar sejauh mungkin.

#

“Nih!” Chiara menyodorkan sebongkah kertas.

“HAAAAA!!!” Rynka berteriak histeris, latah Chiara kumat lagi, kontan semua murid di kelas itu menatap mereka berdua.

“Kenapa Ryn?” Tanya Chiara panik.

“Ini, surat yang tadi aku temuin pas abis ngajak Gyovin nonton, padahal udah aku buang jauh-jauh.” Jelas Rynka sambil menunjuk ngeri benda merah muda yang isi nya sedang dibaca oleh Chiara.

“Ooooh…” Chiara membulatkan mata dan mulutnya. “ternyata kamu yang lempar surat ini, kebetulan banget nyampenya di aku, kok bisa ya?” Tanya Chiara sambil mengerutkan keningnya.

“Gatau aku juga heran kayanya bener deh pengirim surat kaleng ini ada di sekitar aku, istilahnya penguntit gitu.” Terka Rynka. Chiara mengangguk.

# 

Tiga hari kemudian, tidak ada sama sekali surat-surat aneh yang diterima Rynka, tapi selama itu banyak 
sekali hal-hal aneh yang menghantuinya. Ia merasa seperti ada yang mengikutinya dari belakang setiap pulang sekolah. Saat Rynka berada berada di kamar mandi, sayup-sayup terdengar suara nyanyian yang tidak jelas asal suaranya selain itu tiba-tiba bau cokelat menyeruak ke seluruh penjuru rumahnya.

Bahkan Rynka pernah bermimpi buruk, hingga ia terbangun di tengah malam. Isi mimpinya yaitu pertemuannya dengan seorang laki-laki berjas putih yang wajahnya terlihat samar-samar di mata Rynka, laki-laki itu berali-kali mengucapkan kalimat yang tertera dalam surat kaleng yang terakhir diterima Rynka.

Malam ini, Rynka tengah memandang secarik kertas kusut dalam genggamannya, termenung sesaat di atas ranjang tidur beralas sprai dengan motif matahari berwarna oranye.

Ini buka hanya sekedar penggemar gelap atau orang usil yang mengirim surat kaleng, tapi ini adalah sebuah teror yang membuat Rynka tidak bisa tidur sepanjang malam. Matanya menyapu setiap kata-kata dalam surat itu. Tiba-tiba Rynka sadar, sadar akan perbuatannya sendiri, benar apa kata surat ini, dia telah melakukan kesalahan, sekarang dalam benaknya perbuatannya merayu Gyovin waktu itu adalah kesalahan besar. Rynka tahu betul perubahan ekspresi wajah Gyovin saat mendengar rayuannya.

“Dasar cowok matre!” gumam Rynka sambil menyunggingkan senyum sinisnya.

#

Keesokan paginya, Rynka menaruh secarik kertas oranye ke dalam kotak surat di depan sekolahnya, di atas selembar kertas itu sudah tertera beberapa kata yang ditulisnya semalam dengan tinta warna merah muda.

“Hey, kita ketemuan yuk di taman sekolah. Aku mau berterima kasih kepadamu
From : Rynka
To : ekzt”

Rynka tersenyum geli, sedikit berharap tapi jadi malu pada kelakuannya sendiri, berharap surat ini akan diambil oleh petugas pos dan pengirim surat kaleng itu akan segera membalasnya. Huh, dari kapan pikirannya menjadi seperti anak kecil.

#

“Rynka!!!” Gyovin mengadahkan tangannya ke arah Rynka yang sedang berjalan bersama Chiara menuju kantin.

“Kenapa?” Tanya Rynka bingung.

“Eh kamu lupa ya? Hari ini kamu jadi ngasih uangnya ke aku kan? Bukannya kamu udah janji bakal ngasih uang saku itu kalau aku mau nemenin kamu nonton konser para Vampire-vampire itu?” Tanya Gyovin membuat Chiara tercengang, tapi Rynka hanya tersenyum, tersenyum sinis.

“Oh nih …” Rynka merogoh sakunya dan mengeluarkan dua lembar kertas, tapi bukan uang melainkan dua buah tiket menonton konser SM Town. Tangan Rynka melayang di depan muka Gyovin dan dengan ganas merobek-robek tiket itu sampai berkeping-keping, kemudian  melemparnya  ke atas kepala Gyovin.

“Udah puas sekarang?!” celetuk Rynka setelah melihat Gyovin yang sepertinya merasa tidak tega dengan tiket-tiket yang dirobek itu, menurut Gyovin merobek tiket itu sama saja merobek uang.

“Yo Chi aku udah laper.” Rynka dan Chiara pergi meninggakan Gyovin yang sedang memunguti kepingan tiket itu.

#

“Kamu kesambet apasih Ryn, bisa-bisanya kamu berbuat kaya gitu?” Tanya Chiara heran.

“Gatau, aku cuma mikir isi dalam surat kaleng itu benar, Gyovin itu ternyata cowo matre.” Jawab Rynka sambil menyuruput es jeruknya.

“Oh keren…” gumam Chiara

“Kok keren??” gantian Rynka yang bingung.

“Keren dong, padahal cuman surat kaleng doang bisa bikin kamu sadar, aku jadi penasaran siapa pengirim surat itu.”

“Haha iya, okh... okh...” tiba-tiba Rynka tersedak biji jeruk.

#

Sepulang sekolah Rynka segera membuka tutup kotak surat di depan sekolahnya. Saat itu juga Rynka sangat terkejut. Suratnya benar-benar hilang berganti dengan secarik kertas merah muda lagi dengan segera Rynka meraih kertas yang membuat kotak surat itu berbau coklat.

Kamu harus tau banyak hal yang ada di dunia ini yang tidak bisa dibeli oleh uang
To : Rynka

Isi surat ini membuat Rynka berpikir keras, apa hal yang tidak bisa dibeli oleh uang? Dengan uang, ia bisa membeli baju bagus, aksesoris baru, bahkan Gyovin sekalipun bisa ia beli dengan uang. Lalu apa? Surat ini membuatnya penasaran.

Tiba-tiba matanya terarah pada segerombolan siswa yang sedang mengobrol di dalam pos satpam, ternyata mereka adalah kubu Liara dan juga Gyovin. Rynka sedikit mendekat ke arah mereka dengan diam tentunya agar tidak ketahuan.

“Haha aku kira dia bakal beneran ngasih duit ke kamu.” Liara ngakak di depan Gyovin yang cemberut.

“Padahal kita mau minta separuh dari duit yang bakal kamu dapetin nantinya.” Jelas Liara kalem.

“Ia bener, lagian si Rynka itu gatau diri, emang semua yang ada di dunia ini bisa dibeli dengan uang apa ya.” Timpal Avi.

“Iya betul, jadi ingat sekarang sama Rynka, kalau dipikir-pikir gara-gara sifat jeleknya ia ga punya sahabat, makannya ia selalu iri sama kita.” Tambah Vira.

Kata-kata mereka tepat membakar hati Rynka yang berdiri mematung di balik dinding pos satpam. Tapi seberkas cahaya kecil mulai menerangi hatinya, ia menyadari kelakuan jeleknya selama ini. Dia jadi merasa malu pada dirinya sendiri, ingin rasanya segera menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Tapi kemudian benda yang tidak diharapkan melayang didepannya. Sepucuk surat merah muda berkibar-kibar di depan bola mata Rynka, bentuknya lebih lebar, isinya lebih banyak kalimatnya lebih banyak dan semoga isinya lebih bermanfaat. Wangi coklat muncul lagi memenuhi hidungnya, entah sejak kapan Rynka jadi ikut nyaman mencium aroma coklat yang menciptakan rasa rindu sitiap aromanya hilang. Segeralah ia meraih surat itu dengan kedua tangannya yang bergetar, kemudian mulai membaca.

“Menurut aku, kamu itu cantik dan menggemaskan
Tapi, lebih baik kamu sedikit bercermin. Setelah itu kamu akan mengetahui apa yang benar-benar harus dipertahankan
To : Rynka”

Rynka mendekap surat itu dengan rasa berterimakasih yang sebesar-besarnya kepada si penulis surat kaleng ini yang sudah menyadarkan dirinya, Rynka tidak perlu berpikir bingung dengan apa yang harus ia perbuat selanjutnya, karena ia percaya pengirim surat ini pasti selalu benar dan akan selalu menunjukkan jalan yang terbaik baginya.

#

Keesokan harinya, Rynka berjalan lunglai di koridor sekolah. Namun, tiba-tiba Chiara muncul di hadapan Rynka dengan membawa sebuah buku majalah. Dilihat dari sampulnya, tidak salah lagi majalah tersebut adalah majalah yang diterbitkan oleh pengurus OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) di sekolah mereka.

“Cuman mau curhat setelah mendengar cerita dari para alumni sekolah ini beberapa waktu lalu…” Tanpa basa-basi Chiara mulai membacakan salah satu rubrik khusus yang ada di majalah tersebut.

“Cerita ini sedikit membuatku merinding, tapi aku akan menulisnya juga. Tiga tahun silam di sekolah ini terdapat siswa cowo bernama Fargi yang saat itu sangat digandrungi oleh para kaum hawa salah satunya karena wajahnya yang tampan dan suaranya yang merdu, tetapi perasaan Fargi sendiri  jatuh pada seorang gadis yang sama sekali tidak tertarik padanya. Tanpa sepengetahuan sang gadis, Fargi selalu mengirimi sang gadis dengan surat-surat kaleng memakai kertas merah muda dan di tulis dengan tinta merah karena kedua warna ini adalah warna kesukaan sang gadis, ditambah Fargi selalu menyemprotkan parfum cokelat yang disukainya.”

Chiara berhenti sejenak setelah menunjukkan foto Fargi kepada Rynka.

“Tapi naas, waktu begitu kejam sehingga tidak mengizinkan Fargi memiliki sang gadis. Sebelum ia berencana untuk mengutarakan isi hatinya kepada sang gadis, Fargi mengalami kecelakaan di depan sekolah saat ia hendak pulang ke rumahnya. Sejak peristiwa itu hampir setiap angkatan banyak siswa cewe yang mengeluh ada yang meneror mereka dengan surat-surat kaleng yang sama dengan surat yang selalu dibuat Fargi. Waspadalah! Mungkin kau korban selanjutnya. End, by : Oky ukil” Chiara menutup majalahnya itu dengan ekspresi tidak tertebak.

Rynka baru tersadar mulutnya terasa kering karena terlalu lama membuka mulut, senang bisa mengetahui siapa pengirim surat kaleng itu, tapi juga sedikit merinding mendengar cerita sebenarnya mengenai Fargi, sang pengirim surat kaleng.

“Selamat!” Chiara mengulurkan tangannya di depan Rynka yang menatapnya heran.

“Selamat untuk apa?” Tanya Rynka mengerutkan keningnya

“Selamat kamu akhirnya punya penggemar juga, walaupun penggemar dari dunia lain.” Jawab Chiara menggoda.

 Rynka tersenyum miris.

“Chi, aku mau tanya sesuatu ke kamu, tapi kamu harus jawab yang jujur?” mungkin karena masih terlalu gengsi, suara Rynka semakin melemah.

“Tanya aja gak ada yang ngelarang kok.” Jawab Chiara sambil mengajak Rynka berjalan bersama menuju kelas mereka.

“Kamu sahabat aku kan, Chi?” Tanya Rynka lirih. Chiara buru-buru menepak jidat Rynka.

“Ya, iyalah. Emangnya selama ini kamu ganggep apa kamu?” Gerutu Chiara sedikit tersinggung tapi kemudian merangkul Chiara dengan tangannya yang tidak membawa majalah.

Rynka tersenyum, tersenyum bahagia tentunya. Benar – benar bahagia. Untuk siapapun dan dimanapun sang pengirim surat kaleng merah muda itu, Rynka ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya, seharusnya tidak perlu waspada takut jika Fargi mengirimi surat kaleng itu karena isi suratnya pasti untuk menuntun kita kejalan yang benar, si Oky itu salah besar. Karena surat-surat Fargi telah membuat Rynka sendiri sadar, sekali lagi surat itu telah membuatnya sadar tentang kehadiran sahabat yang sangat berharga di sampingnya.

Rynka dan Chiara tertawa bersama saat mulai memasuki ruang kelas, karena Rynka melantunkan sebuah lelucon, harum semerbak coklat menwarnai nafas mereka berdua, mereka sekarang satu tawa, satu tangis, satu napas, satu dunia dan satu hati.
 
END

Comments:

Post a Comment

Free Blog Template by June Lily