Seberkas Cahaya Petunjuk
Karya: Distavega Amaranggana (IX-5)
Karya: Distavega Amaranggana (IX-5)
“Hei,
aku punya dua tiket SM Town lho!”
seru Liara yang membuat langkah Rynka berhenti di udara, dan langsung memasang telinga
untuk mendengarkan pembicaraan Liara cs.
“Hah?! Yang bener?” tanya Vira.
“Iya
dong, dua!” jawab Liara mantap, sukses bikin telinga Rynka jadi panas.
“Ih, mau dong...” pinta Avi.
“Ehm, gimana ya?” Liara tampak menimbang-nimbang “... Maaf
ya Avi tapi aku maunya nonton Suju bareng Gyovin.”
“Yaaahhh ...” Avi dan Vira terlihat kecewa.
“... Tapi kamu beruntung, udah punya dua tiket SM Town
apalagi nontonnya bareng Gyovin, aku jadi iri deh.” Sambung Vira, Liara
langsung tersenyum bangga.
‘Apa?! Tiket SM Town?
Punya dua? Nonton bareng Gyovin? Kenapa bukan aku yang jadi Liara? Ah! Pokoknya
aku harus punya tiket itu! Harus!’ tekad Rynka dalam hati sambil berlari
secepat kilat menuju kelasnya.
#
JDERRR!
Rynka mendorong meja Chiara yang sedang
menyalin PR dan sukses membuat latah Chiara kambuh.
“Eh, mama mama copot!
Copot!” teriak Chiara kaget. “Ada apaan sih, Rynka?” lanjutnya bingung
melihat wajah teman sebangkunya yang digulung-gulung kayak kulit lumpia.
“Bete ih! Masa Liara punya tiket SM Town!” keluh Rynka.
“Bukannya kamu gak suka sama boyband-boyband Korea ...?” Chiara
menggantungkan kalimatnya “... waktu itu juga kamu bilang kalau artis Korea itu
lebay, apalagi boy band sama girl band-nya
yang terdiri dari banyak orang kayak mau Qosidahan.
Tapi, kenapa sekarang kamu sirik ngeliat Liara punya tiket itu?” tanya Chiara
heran, masih sibuk dengan kerjaannya menyalin PR.
“Yaahhh, itu sih waktu
itu, tapi sekarang aku pengen nonton juga apalagi sama Gyovin.” Jawab Rynka
dengan mata berbinar-binar.
“Ih, Gyovin doang!”
“Yee, Chi. Gyovin itu Superstar sekolah ini tau, udah jago main basket, tinggi, cakep, pinter, baik, cute, dikejar-kejar banyak cewe dan macho pula.” Jelas Rynka sambil membayangkan wajah tampan Gyovin. Sedangkan Chiara hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.
#
“Ye, Yepi yepi yeye
ypiye yepiye ...”
Rynka melangkahkan kakinya menuju kelas sambil menyanyikan
yel-yel. Karena puas tentunya, setelah kemarin berusaha mati-matian merayu
orangtuanya agar dibelikan tiket SM Town dan
akhirnya tiket kertas yang sebenarnya tidak terlalu penting itu telah berpindah ke genggaman tangan
Rynka.
“Hei, lihat aku punya tiket SM Town dong! Dua lagi! apalagi tiket VVIP biar bisa ngeliat muka-muka suju yang di zoom.” Pamer Rynka ke semua orang yang ada di kelasnya sambil mengacung-acungkan tiket itu seperti kipas.
“Chiara, akhirnya aku dapet tiketnya.” Adu Rynka bangga,
tapi Chiara hanya menyanggupinya dengan senyuman.
“Tinggal selangkah lagi.” Ucap Rynka lebih ke dirinya
sendiri.
“Apa? Bukannya udah happy
ending?” Tanya Chiara.
“Belom dong Chi, Gyovin belum jadi temen nonton aku.” Jelas
Rynka.
“Lho?! Bukannya Gyovin udah diajakkin Liara, gak mungkinlah
dia mau terima ajakan kamu ...”
“Pokoknya harus!” Potong Rynka. “Gyovin harus mau nonton
bareng aku daripada nonton sama ratu gossip itu!” Cibir Rynka sambil
memicingkan matanya ke arah Rynka cs yang terlihat sedang membicarakan Rynka
dan Chiara, tapi Rynka tidak mempedulikannya.
“Eh, Ryn udah ngerjain pe-er fisika belom?”
Tanya Chiara menggoda yang sepertinya sudah tahu pasti jawaban Chiara.
“Oh, iya...” Rynka menepuk jidatnya “...
Aku lupa.” Jawab Rynka panik karena sepuluh menit lagi bel berbunyi.
“Yu-huuu, ada untungnya juga dateng
pagi-pagi ke sekolah .” Ucap Chiara dengan senyuman bangga.
Di sebelahnya Rynka dengan gusar
membongkar isi tasnya, karena sulit menemukan tempat pensilnya terpaksa semua
benda yang ada di dalam tasnya seperti make-up,
jepitan, kalung, gelang dan aksesoris lainnya yang serba berwarna oranye
dikeluarkan tanpa berpikir terlebih dahulu.
Tiba-tiba sebuah benda jatuh di atas rok
kotak-kotaknya, ternyata benda itu adalah secarik kertas merah muda yang
sekarang telah berpidah ke tangan Rynka, tidak lama kemudian aroma coklat
menyeruak ketika Rynka mulai membuka lipatan kertas itu secara perlahan.
“Kamu
cantik banget hari ini sama bando oranyenya
To :
Rynka”
Dari kapan surat kaleng ini ada dalam tasnya Rynka sama sekali tidak tahu, terlebih isi suratnya berisi pujian tentang penampilannya hari ini. Chiara di sebelahnya bergidik mendekati Rynka yang serius menatap secarik kertas merah muda. Dengan mata falsetnya, Chiara membaca isi surat kaleng itu, lalu ia membelalakkan mata terkejut. Kaget. Kaget sekali. Tapi kemudian tersenyum.
“Eh, kenapa kamu senyum-senyum gitu?” tanya Rynka heran.
“Kalau udah ada orang yang ngirim surat,
tapi gak ngasih tau identitasnya apalagi isinya muji-muji, gak salah lagi ...”
Chiara menjentikkan jarinya. “... pengirim surat ini pasti penggemar rahasia
kamu.” Chiara menaikkan sebelah alisnya.
“Ih masa sih? Yakin ini bukan kamu yang
ngasih?” tanya Rynka masih tidak percaya, walau hatinya sedikit senang punya
penggemar rahasia.
“Yakin, ngapain aku muji-muji kamu kurang kerjaan.” jawab Ciara malas.
“Oh iya bener juga, tapi siapa dong?” Rynka masih penasaran sampai
lupa mengerjakan tugasnya.
Dengan kacamata detektifnya, Chiara mulai menulusuri isi kelas.
“Pengirimnya pasti ada di kelas ini,
karena fakta membuktikan, kalau besar kemungkinannya sang pelaku lebih mudah
memasukan kertas itu ke dalam tas kamu di saat kamu masuk ke kelas ini. Dan
pelakunya pasti ...” Chiara menghentikan arah gerak bola matanya ke arah bangku
belakang, diikuti oleh bola mata milik Rynka ”... pasti Dodi.”
Chiara menunjuk ke arah siswa laki-laki
bertubuh besar, berkacamata kotak, berponi tomat dan selalu beraksi heboh kalau
Rynka meliriknya. Seketika itu juga Rynka bergidik sambil menggeleng-gelengkan
kepala setelah melihat Dodi melambaikan tangan ke arahnya.
“Engga. Engga deh kayaknya ...” Chiara
juga ikut menggeleng-gelengkan kepalanya. “Soalnya dia engga bakal berani,
terus dia tidak suka sama warna pink, aku tau banget tulisannya ga bagus kaya
gini.” Terka Chiara membuat Rynka melayangkan senyuman dan tatapan mautnya.
“Jangan-jangan ...” Rynka mengacungkan jarinya.
“Ih, udah jangan ngawur deh pe-er tuh kerjain.” Sergap
Chiara gelagapan.
“Oh iya bener juga. Aduh mana bel bunyi 3 menit lagi, gimana dong?” Rynka
semakin panik, Chiara juga jadi korban pelampiasan, ini semua gara-gara surat
kaleng itu.
#
“Gimana?” Tanya Rynka geregetan.
“Emmm…” Gyovin tampak berfikir
“Udah punya janji!” jawab Gyovin ketus seraya membalikkan tubuhnya.
“Nanti aku fasilitasi semua yang
kamu butuhin, terus aku bakal ngasih uang saku kamu satu bulan penuh deh!”
Gyovin berhenti melangkah,
kemudian membalikan badannya lagi dan mimik mukanya menjadi berubah.
“Yah. Harus mau yah!” Rayu Rynka
“Yaudah deh!” jawab Gyovin cepat
dengan senyuman manisnya.
Rynka berseru dalam hati sambil
melambaikan tangannya ke arah Gyovin yang mulai melangkah ke kantin.
TIBA-TIBA
TUK!!
Ada sebuah benda yang membentur
kepala Rynka.
“Awww... Apaan in.” Rintih Rynka
dan langsung mencari benda yang membentur kepalanya tadi. Ternyata benda itu
adalah secarik kertas merah muda yang
sama seperti tadi pagi, dengan aroma coklat juga, di dalamnya masih sama diisi
dengan tulisan-tulisan indah bertinta merah.
“Aku
kecewa.
Kenapa
cowok matre itu yang kamu pilih jadi temen nonton, bukan aku
To :
Rynka”
“Siapa sih orang ini? Pake
mengejek Gyovin segala lagi.” Keluh Rynka
Karena surat ini entah kenapa
Rynka jadi sedikit tidak suka dengan pengirim surat kaleng itu. Dengan penuh emosi,
ia meremas surat itu yang tadi dibentuk kapal-kapalan. Kemudian dilempar sejauh
mungkin.
#
“Nih!” Chiara menyodorkan
sebongkah kertas.
“HAAAAA!!!” Rynka berteriak
histeris, latah Chiara kumat lagi, kontan semua murid di kelas itu menatap
mereka berdua.
“Kenapa Ryn?” Tanya Chiara panik.
“Ini, surat yang tadi aku temuin
pas abis ngajak Gyovin nonton, padahal udah aku buang jauh-jauh.” Jelas Rynka
sambil menunjuk ngeri benda merah muda yang isi nya sedang dibaca oleh Chiara.
“Ooooh…” Chiara membulatkan mata
dan mulutnya. “ternyata kamu yang lempar surat ini, kebetulan banget nyampenya
di aku, kok bisa ya?” Tanya Chiara sambil mengerutkan keningnya.
“Gatau aku juga heran kayanya
bener deh pengirim surat kaleng ini ada di sekitar aku, istilahnya penguntit gitu.”
Terka Rynka. Chiara mengangguk.
#
Tiga hari kemudian, tidak ada
sama sekali surat-surat aneh yang diterima Rynka, tapi selama itu banyak
sekali
hal-hal aneh yang menghantuinya. Ia merasa seperti ada yang mengikutinya dari
belakang setiap pulang sekolah. Saat Rynka berada berada di kamar mandi,
sayup-sayup terdengar suara nyanyian yang tidak jelas asal suaranya selain itu
tiba-tiba bau cokelat menyeruak ke seluruh penjuru rumahnya.
Bahkan Rynka pernah bermimpi
buruk, hingga ia terbangun di tengah malam. Isi mimpinya yaitu pertemuannya
dengan seorang laki-laki berjas putih
yang wajahnya terlihat samar-samar di mata Rynka, laki-laki itu berali-kali
mengucapkan kalimat yang tertera dalam surat kaleng yang terakhir diterima
Rynka.
Malam ini, Rynka tengah memandang
secarik kertas kusut dalam genggamannya, termenung sesaat di atas ranjang tidur
beralas sprai dengan motif matahari
berwarna oranye.
Ini buka hanya sekedar penggemar
gelap atau orang usil yang mengirim surat kaleng, tapi ini adalah sebuah teror
yang membuat Rynka tidak bisa tidur sepanjang malam. Matanya menyapu setiap
kata-kata dalam surat itu. Tiba-tiba Rynka sadar, sadar akan perbuatannya
sendiri, benar apa kata surat ini, dia telah melakukan kesalahan, sekarang
dalam benaknya perbuatannya merayu Gyovin waktu itu adalah kesalahan besar.
Rynka tahu betul perubahan ekspresi wajah Gyovin saat mendengar rayuannya.
“Dasar cowok matre!” gumam Rynka sambil menyunggingkan
senyum sinisnya.
#
Keesokan paginya, Rynka menaruh secarik kertas oranye ke
dalam kotak surat di depan sekolahnya, di atas selembar kertas itu sudah
tertera beberapa kata yang ditulisnya semalam dengan tinta warna merah muda.
“Hey,
kita ketemuan yuk di taman sekolah. Aku mau berterima kasih kepadamu
From :
Rynka
To :
ekzt”
Rynka tersenyum geli, sedikit berharap tapi jadi malu pada kelakuannya
sendiri, berharap surat ini akan diambil oleh petugas pos dan pengirim surat
kaleng itu akan segera membalasnya. Huh, dari kapan pikirannya menjadi seperti
anak kecil.
#
“Rynka!!!” Gyovin mengadahkan
tangannya ke arah Rynka yang sedang berjalan bersama Chiara menuju kantin.
“Kenapa?” Tanya Rynka bingung.
“Eh kamu lupa ya? Hari ini kamu
jadi ngasih uangnya ke aku kan? Bukannya kamu udah janji bakal ngasih uang saku
itu kalau aku mau nemenin kamu nonton konser para Vampire-vampire itu?” Tanya Gyovin membuat Chiara tercengang, tapi Rynka
hanya tersenyum, tersenyum sinis.
“Oh nih …” Rynka merogoh sakunya
dan mengeluarkan dua lembar kertas, tapi bukan uang melainkan dua buah tiket
menonton konser SM Town. Tangan Rynka
melayang di depan muka Gyovin dan dengan ganas merobek-robek tiket itu sampai
berkeping-keping, kemudian
melemparnya ke atas kepala
Gyovin.
“Udah puas sekarang?!” celetuk
Rynka setelah melihat Gyovin yang sepertinya merasa tidak tega dengan
tiket-tiket yang dirobek itu, menurut Gyovin merobek tiket itu sama saja
merobek uang.
“Yo Chi aku udah laper.” Rynka
dan Chiara pergi meninggakan Gyovin yang sedang memunguti kepingan tiket itu.
#
“Kamu kesambet apasih Ryn,
bisa-bisanya kamu berbuat kaya gitu?” Tanya Chiara heran.
“Gatau, aku cuma mikir isi dalam
surat kaleng itu benar, Gyovin itu ternyata cowo matre.” Jawab Rynka sambil
menyuruput es jeruknya.
“Oh keren…” gumam Chiara
“Kok keren??” gantian Rynka yang
bingung.
“Keren dong, padahal cuman surat
kaleng doang bisa bikin kamu sadar, aku jadi penasaran siapa pengirim surat itu.”
“Haha iya, okh... okh...”
tiba-tiba Rynka tersedak biji jeruk.
#
Sepulang sekolah Rynka segera
membuka tutup kotak surat di depan sekolahnya. Saat itu juga Rynka sangat
terkejut. Suratnya benar-benar hilang berganti dengan secarik kertas merah muda
lagi dengan segera Rynka meraih kertas yang membuat kotak surat itu berbau
coklat.
“Kamu
harus tau banyak hal yang ada di dunia ini yang tidak bisa dibeli oleh uang
To :
Rynka”
Isi surat ini membuat Rynka
berpikir keras, apa hal yang tidak bisa dibeli oleh uang? Dengan uang, ia bisa
membeli baju bagus, aksesoris baru, bahkan Gyovin sekalipun bisa ia beli dengan
uang. Lalu apa? Surat ini membuatnya penasaran.
Tiba-tiba matanya terarah pada
segerombolan siswa yang sedang mengobrol di dalam pos satpam, ternyata mereka
adalah kubu Liara dan juga Gyovin. Rynka sedikit mendekat ke arah mereka dengan
diam tentunya agar tidak ketahuan.
“Haha aku kira dia bakal beneran
ngasih duit ke kamu.” Liara ngakak di depan Gyovin yang cemberut.
“Padahal kita mau minta separuh
dari duit yang bakal kamu dapetin nantinya.” Jelas Liara kalem.
“Ia bener, lagian si Rynka itu
gatau diri, emang semua yang ada di dunia ini bisa dibeli dengan uang apa ya.”
Timpal Avi.
“Iya betul, jadi ingat sekarang
sama Rynka, kalau dipikir-pikir gara-gara sifat jeleknya ia ga punya sahabat,
makannya ia selalu iri sama kita.” Tambah Vira.
Kata-kata mereka tepat membakar
hati Rynka yang berdiri mematung di balik dinding pos satpam. Tapi seberkas
cahaya kecil mulai menerangi hatinya, ia menyadari kelakuan jeleknya selama
ini. Dia jadi merasa malu pada dirinya sendiri, ingin rasanya segera menutup
wajahnya dengan kedua tangannya.
Tapi kemudian benda yang tidak
diharapkan melayang didepannya. Sepucuk surat merah muda berkibar-kibar di
depan bola mata Rynka, bentuknya lebih lebar, isinya lebih banyak kalimatnya
lebih banyak dan semoga isinya lebih bermanfaat. Wangi coklat muncul lagi
memenuhi hidungnya, entah sejak kapan Rynka jadi ikut nyaman mencium aroma
coklat yang menciptakan rasa rindu sitiap aromanya hilang. Segeralah ia meraih
surat itu dengan kedua tangannya yang bergetar, kemudian mulai membaca.
“Menurut
aku, kamu itu cantik dan menggemaskan
Tapi,
lebih baik kamu sedikit bercermin. Setelah itu kamu akan mengetahui apa yang
benar-benar harus dipertahankan
To :
Rynka”
Rynka mendekap surat itu dengan
rasa berterimakasih yang sebesar-besarnya kepada si penulis surat kaleng ini
yang sudah menyadarkan dirinya, Rynka tidak perlu berpikir bingung dengan apa
yang harus ia perbuat selanjutnya, karena ia percaya pengirim surat ini pasti
selalu benar dan akan selalu menunjukkan jalan yang terbaik baginya.
#
Keesokan harinya, Rynka berjalan
lunglai di koridor sekolah. Namun, tiba-tiba Chiara muncul di hadapan Rynka
dengan membawa sebuah buku majalah. Dilihat dari sampulnya, tidak salah lagi
majalah tersebut adalah majalah yang diterbitkan oleh pengurus OSIS (Organisasi
Siswa Intra Sekolah) di sekolah mereka.
“Cuman mau curhat setelah
mendengar cerita dari para alumni sekolah ini beberapa waktu lalu…” Tanpa
basa-basi Chiara mulai membacakan salah satu rubrik khusus yang ada di majalah
tersebut.
“Cerita ini sedikit membuatku
merinding, tapi aku akan menulisnya juga. Tiga tahun silam di sekolah ini terdapat
siswa cowo bernama Fargi yang saat itu sangat digandrungi oleh para kaum hawa
salah satunya karena wajahnya yang tampan dan suaranya yang merdu, tetapi
perasaan Fargi sendiri jatuh pada
seorang gadis yang sama sekali tidak tertarik padanya. Tanpa sepengetahuan sang
gadis, Fargi selalu mengirimi sang gadis dengan surat-surat kaleng memakai
kertas merah muda dan di tulis dengan tinta merah karena kedua warna ini adalah
warna kesukaan sang gadis, ditambah Fargi selalu menyemprotkan parfum cokelat
yang disukainya.”
Chiara berhenti sejenak setelah
menunjukkan foto Fargi kepada Rynka.
“Tapi naas, waktu begitu kejam
sehingga tidak mengizinkan Fargi memiliki sang gadis. Sebelum ia berencana
untuk mengutarakan isi hatinya kepada sang gadis, Fargi mengalami kecelakaan di
depan sekolah saat ia hendak pulang ke rumahnya. Sejak peristiwa itu hampir
setiap angkatan banyak siswa cewe yang mengeluh ada yang meneror mereka dengan
surat-surat kaleng yang sama dengan surat yang selalu dibuat Fargi. Waspadalah!
Mungkin kau korban selanjutnya. End, by : Oky ukil” Chiara menutup majalahnya
itu dengan ekspresi tidak tertebak.
Rynka baru tersadar mulutnya
terasa kering karena terlalu lama membuka mulut, senang bisa mengetahui siapa
pengirim surat kaleng itu, tapi juga sedikit merinding mendengar cerita
sebenarnya mengenai Fargi, sang pengirim surat kaleng.
“Selamat!” Chiara mengulurkan
tangannya di depan Rynka yang menatapnya heran.
“Selamat untuk apa?” Tanya Rynka
mengerutkan keningnya
“Selamat kamu akhirnya punya
penggemar juga, walaupun penggemar dari dunia lain.” Jawab Chiara menggoda.
Rynka tersenyum miris.
“Chi, aku mau tanya sesuatu ke
kamu, tapi kamu harus jawab yang jujur?” mungkin karena masih terlalu gengsi,
suara Rynka semakin melemah.
“Tanya aja gak ada yang ngelarang
kok.” Jawab Chiara sambil mengajak Rynka berjalan bersama menuju kelas mereka.
“Kamu sahabat aku kan, Chi?”
Tanya Rynka lirih. Chiara buru-buru menepak jidat Rynka.
“Ya, iyalah. Emangnya selama ini
kamu ganggep apa kamu?” Gerutu Chiara sedikit tersinggung tapi kemudian
merangkul Chiara dengan tangannya yang tidak membawa majalah.
Rynka tersenyum, tersenyum
bahagia tentunya. Benar – benar bahagia. Untuk siapapun dan dimanapun sang
pengirim surat kaleng merah muda itu, Rynka ingin mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya, seharusnya tidak perlu waspada takut jika Fargi mengirimi
surat kaleng itu karena isi suratnya pasti untuk menuntun kita kejalan yang
benar, si Oky itu salah besar. Karena surat-surat Fargi telah membuat Rynka
sendiri sadar, sekali lagi surat itu telah membuatnya sadar tentang kehadiran
sahabat yang sangat berharga di sampingnya.
Rynka dan Chiara tertawa bersama saat mulai memasuki ruang kelas, karena
Rynka melantunkan sebuah lelucon, harum semerbak coklat menwarnai nafas mereka
berdua, mereka sekarang satu tawa, satu tangis, satu napas, satu dunia dan satu
hati.
END
Comments:
Post a Comment